1.
Teori
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan
itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana
korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.
perbuatan
melawan hukum,
2.
penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3.
memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4.
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya,
namun bukan semuanya, adalah
A.
memberi
atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
B.
penggelapan
dalam jabatan,
C.
pemerasan
dalam jabatan,
D.
ikut
serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
E.
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi
politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua
bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya “pemerintahan oleh
para pencuri”, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama
sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan
birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau
korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,
pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah
hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai
contoh, pendanaan partai politik ada
yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan, industri dan juga masyarakat.
2.Kasus
Menganalisa
apa itu korupsi, etika bisnis dan hubungan antara etika bisnis dengan korupsi.
3.Analisis
Jadi korupsi itu adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk mencari keuntungan pribadi dan memperkaya dirinya sendiri
tanpa memikirkan hak orang lain dan tanpa melihat lagi peraturan hukum atau
norma-norma yang sudah ditetapkan oleh negera atau pemerintah yang sudah ada. dan
didalam etika bisnis yaitu cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan
juga masyarakat.Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis
secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada
kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Hubungan etika bisnis dengan
korupsi yaitu dimana dalam Korupsi menurut buku kecil yang ditertibkan KPK
Mengenali & Memberantas Korupsi sebenarnya tidak beda jauh dengan pencurian
dan penggelapan. Hanya saja unsur-unsur pembentuknya lebih lengkap. Kalau
diumpamakan suatu wilayah, korupsi adalah wilayah hitam, yaitu wilayah yang
secara etika jelas-jelas tidak diterima. Berhadapan dengan wilayah hitam adalah
wilayah putih, yaitu wilayah yang secara etika dapat diterima. Nah, di antara
wilayah hitam dan putih itu ada wilayah abu-abu. Di situlah dilema etika
berada. Korupsi, jelas tidak ada dilemanya, lha wong sudah jelas-jelas
berstatus haram. Hukumnya jelas dan gampang dibedakan. Perbuatan itu dianggap
tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan
sosial dalam masyarakat.
Contoh Kasus Korupsi yang di Lakukan
Pengusaha
Korupsi, eks direktur RSUD Djoelham Binjai
dituntut 4 tahun bui
Merdeka.com -Mantan
direktur RSUD Binjai Fuad El Murad dituntut dengan hukuman 4 tahun penjara dalam
persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin
(28/10). Jaksa menilai dia bersalah menyelewengkan dana luncuran Jamkesmas pada
2010 sebesar Rp 490 juta.
Jaksa menyatakan Fuad telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001.
Selain menjatuhkan hukuman penjara, majelis hakim yang diketuai Jonner Manik juga diminta untuk mendenda Fuad sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Jaksa juga menuntut agar Fuad dibebani dengan uang pengganti kerugian negara Rp 490 juta atau 2 bulan penjara jika hartanya tidak cukup untuk membayar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Binjai Benhar Siswanto dan Deby Rinaldi menyatakan Fuad sebagai penanggung jawab dana Jamkesmas di RSUD Djoelham Binjai telah menggunakan dana Jamkesmas tidak sesuai mekanisme dan peruntukannya. Dia didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan negara Rp 490 juta.
RSUD Djoelham Binjai menerima dana luncuran Jamkesmas dari pemerintah pusat secara bertahap, yakni Rp 1,29 miliar, Rp 1,1 miliar dan Rp 1,13 miliar pada 2010. Dana itu telah ditarik Bendahara Jamkesmas dari BRI Cabang Binjai secara bertahap.
"Kenyataannya, dana Jamkesmas digunakan tidak sesuai mekanisme daerah dan tidak sesuai peruntukannya sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain," kata jaksa.
Penggunaan dana Jamkesmas tidak sesuai aturan itu di antaranya untuk membeli lembu Rp10 juta, membayar bon direktur (terdakwa) Rp 2,5 juta, membayar lelang mobil terdakwa, pemasangan wallpaper ruang kerja terdakwa, biaya perjalanan dinas dan membeli sirup. Total sisa klaim dana Jamkesmas yang digunakan tidak sesuai peruntukannya itu Rp 490,021 juta.
Seusai pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda sidang hingga 6 November 2010. Agenda sidang berikutnya adalah penyampaian nota pembelaan (pledoi).
Jaksa menyatakan Fuad telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001.
Selain menjatuhkan hukuman penjara, majelis hakim yang diketuai Jonner Manik juga diminta untuk mendenda Fuad sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Jaksa juga menuntut agar Fuad dibebani dengan uang pengganti kerugian negara Rp 490 juta atau 2 bulan penjara jika hartanya tidak cukup untuk membayar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Binjai Benhar Siswanto dan Deby Rinaldi menyatakan Fuad sebagai penanggung jawab dana Jamkesmas di RSUD Djoelham Binjai telah menggunakan dana Jamkesmas tidak sesuai mekanisme dan peruntukannya. Dia didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan negara Rp 490 juta.
RSUD Djoelham Binjai menerima dana luncuran Jamkesmas dari pemerintah pusat secara bertahap, yakni Rp 1,29 miliar, Rp 1,1 miliar dan Rp 1,13 miliar pada 2010. Dana itu telah ditarik Bendahara Jamkesmas dari BRI Cabang Binjai secara bertahap.
"Kenyataannya, dana Jamkesmas digunakan tidak sesuai mekanisme daerah dan tidak sesuai peruntukannya sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain," kata jaksa.
Penggunaan dana Jamkesmas tidak sesuai aturan itu di antaranya untuk membeli lembu Rp10 juta, membayar bon direktur (terdakwa) Rp 2,5 juta, membayar lelang mobil terdakwa, pemasangan wallpaper ruang kerja terdakwa, biaya perjalanan dinas dan membeli sirup. Total sisa klaim dana Jamkesmas yang digunakan tidak sesuai peruntukannya itu Rp 490,021 juta.
Seusai pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda sidang hingga 6 November 2010. Agenda sidang berikutnya adalah penyampaian nota pembelaan (pledoi).
Contoh Kasus Korupsi yang di Lakukan Lembaga Legislatif
Angelina Sondakh, cantik, muda dan korupsi
Merdeka.com -Angelina Sondakh (Angie), salah satu pelaku
korupsi dari sekian banyak nama politisi yang tersandung kasus hukum karena
uang. Tidak tanggung-tanggung, Angie langsung didakwa dengan dua kasus
sekaligus yakni, kasus korupsi Kementerian Pendidik Nasional dan korupsi Wisma Atlet.
Angie tergolong pelaku korupsi yang berusia relatif muda. Mantan Putri Indonesia jebolan 2001 ini akhirnya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 3 Februari 2012.
Istri dari mantan Almarhum Adjie Massaid ini terjun ke politik lewat Partai Demokrat. Dia berhasil masuk sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Karir politik wanita kelahiran 28 Desember 1977 ini terbilang cukup mulus. Angie menjadi sekretaris pemenangan dari Anas Urbaningrum saat kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 lalu. Angie berada satu tim kala itu bersama terpidana korupsi Wisma Atlet, M Nazaruddin.
Dari sinilah karir politik Angie mulai melonjak. Saat Anas berhasil dan memenangkan kongres sehingga menjadi orang nomor satu di Demokrat, Angie langsung duduk di jabatan strategis DPP, yakni wakil sekretaris jenderal bersama loyalis Anas lainnya, Saan Mustopa.
Kedekatan dengan Anas sebagai ketua umum dan Nazaruddin sebagai bendahara umum ini memang membuat karir politik Angie melejit. Namun sayangnya, perkenalan ini juga yang membuat karir politik dara cantik asal Manado ini berakhir.
Pada akhirnya, kubu Anas mulai goyah ketika Nazaruddin diketahui menjadi makelar proyek di DPR. Nazar yang juga tergolong politisi muda ini pun ditetapkan sebagai tersangka yang sama dengan Angie, yakni korupsi Wisma Atlet.
Kasus ini yang membuat Angie terpuruk di politik, Nazar yang sudah ditangkap KPK, tak henti-hentinya menyerang Angie dan Anas Urbaningrum. Seolah tak ingin terjerembab sendiri, Nazar menyebut Angie juga ikut bermain dalam korupsi Wisma Atlet demi memenangkan Anas Urbaningrum dalam kongres 2010 lalu.
Akhirnya, KPK pun menetapkan Angie sebagai tersangka dan mendakwa Angei dengan pasal gratifikasi. Setelah menjalani pemeriksaan dan persidangan di pengadilan Tipikor, Majelis Hakim menuntut Angie karena terbukti menerima janji hadiah yang tercantum dalam Pasal 5 aAat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 huruf A UU No 32 tahun 99. Serta menyatakan Angie terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan USD 1,2 juta atau setara dengan Rp 14,5 miliar.
Angie terbukti menggiring anggaran poyek Wisma Atlet Sea Games di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Mantan anggota Komisi X DPR ini akhirnya divonis 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 250 juta.
Setahun kemudian, Angie pun dipecat secara tidak hormat sebagai anggota DPR dan Politikus di partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Angie tergolong pelaku korupsi yang berusia relatif muda. Mantan Putri Indonesia jebolan 2001 ini akhirnya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 3 Februari 2012.
Istri dari mantan Almarhum Adjie Massaid ini terjun ke politik lewat Partai Demokrat. Dia berhasil masuk sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Karir politik wanita kelahiran 28 Desember 1977 ini terbilang cukup mulus. Angie menjadi sekretaris pemenangan dari Anas Urbaningrum saat kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 lalu. Angie berada satu tim kala itu bersama terpidana korupsi Wisma Atlet, M Nazaruddin.
Dari sinilah karir politik Angie mulai melonjak. Saat Anas berhasil dan memenangkan kongres sehingga menjadi orang nomor satu di Demokrat, Angie langsung duduk di jabatan strategis DPP, yakni wakil sekretaris jenderal bersama loyalis Anas lainnya, Saan Mustopa.
Kedekatan dengan Anas sebagai ketua umum dan Nazaruddin sebagai bendahara umum ini memang membuat karir politik Angie melejit. Namun sayangnya, perkenalan ini juga yang membuat karir politik dara cantik asal Manado ini berakhir.
Pada akhirnya, kubu Anas mulai goyah ketika Nazaruddin diketahui menjadi makelar proyek di DPR. Nazar yang juga tergolong politisi muda ini pun ditetapkan sebagai tersangka yang sama dengan Angie, yakni korupsi Wisma Atlet.
Kasus ini yang membuat Angie terpuruk di politik, Nazar yang sudah ditangkap KPK, tak henti-hentinya menyerang Angie dan Anas Urbaningrum. Seolah tak ingin terjerembab sendiri, Nazar menyebut Angie juga ikut bermain dalam korupsi Wisma Atlet demi memenangkan Anas Urbaningrum dalam kongres 2010 lalu.
Akhirnya, KPK pun menetapkan Angie sebagai tersangka dan mendakwa Angei dengan pasal gratifikasi. Setelah menjalani pemeriksaan dan persidangan di pengadilan Tipikor, Majelis Hakim menuntut Angie karena terbukti menerima janji hadiah yang tercantum dalam Pasal 5 aAat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 huruf A UU No 32 tahun 99. Serta menyatakan Angie terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan USD 1,2 juta atau setara dengan Rp 14,5 miliar.
Angie terbukti menggiring anggaran poyek Wisma Atlet Sea Games di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Mantan anggota Komisi X DPR ini akhirnya divonis 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 250 juta.
Setahun kemudian, Angie pun dipecat secara tidak hormat sebagai anggota DPR dan Politikus di partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
4. Referensi
http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=25
http://www.merdeka.com/peristiwa/korupsi-rp-48-miliar-mantan-kasatpol-pp-sumut-ditahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar